Monday, 18 May 2015

IMPLEMENTASI PILAR-PILAR PENDIDIKAN



A.     Pengertian pilar pendidikan
B.     Jenis-jenis Pilar pendidikan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui lembaga UNESCO (United Nations, Educational, Scientific and Cultural Organization) mencanangkan empat pilar pendidikan, yakni: (1) Learning to know, (2) Learning to do, (3) Learning to live together, dan (4) Learning to be.
1.       Learning to know (belajar untuk mengetahui)
Artinya belajar itu harus dapat memahami apa yang dipelajari bukan hanya dihafalkan tetapi harus ada pengertian yang dalam. Secara implisit, learning to know bermakna belajar sepanjang hayat, yang berkeyakinan bahwa pendidikan berlangsung selama manusia hidup , didalam atau di luar sekolah dan tanpa mengenal batasan umur. Dengan demikian, kita mendorong bahwa tiap pribadi sebagai subjek yang bertanggung jawab atas pendidikannya sendiri, untuk menyadari bahwa :
v  Proses dan waktu pendidikan berlangsung seumur hidup sejak dalam kandungan hingga manusia meninggal.
v  Belajar tidak mengenal batasan waktu, artinya tidak ada kata terlambat untuk belajar.
v  Belajar adalah proses alamiah sebagai bagian integral/totalitas kehidupan.
Konsep learning to know menyiratkan makna bahwa pendidik harus mampu berperan sebagai informator, organisator, motivator, diretor, inisiator, transmitter, fasilitator, mediator, dan evaluator bagi siswanya, sehingga peserta didik perlu dimotivasi agar timbul kebutuhan terhadap informasi, keterampilan hidup, dan sikap tertentu yang ingin dikuasainya. Yusak (2003) mengatakan bahwa secara kreatif menguasai instrumen ilmu dan pemahaman yang terus berkembang, umum atau spesifik, sebagai sarana dan tujuan , dan memungkinkan terjadinya belajar sepanjang hayat (long life educations). 

Prinsip-prinsip belajar yang harus diperhatikan guru dalam pengelolaan pembelajaran, yaitu :

Ø  Sesuatu yang dipelajari siswa, maka siswa harus mempelajarinya
Ø  Setiap siswa yang belajar mekan belajar miliki kecepatan masing-masing
Ø  Siswa akan belajar banyak, apabila setiap selesai melaksanakan tahapan kegiatan diberikan reinforcement.
Ø  Pengusaan penuh
Ø  Siswa yang diberi tanggung jawab, maka ia akan lebih termotivasi untuk belajar
Ø  Guru sebagai demonstrator
Ø  Guru sebagai pembimbing
Ø  Guru sebagai mediator
Ø  Guru sebagai evaluator

Kiat agar menjadi  guru terfavorit menurut Fakhruddin (2010:97) yaitu :
·          Sabar
·         Bisa menjadi sahabat
·         Konsisten dan komitmen dalam bersikap
·         Bias menjadi pendengar dan penengah
·         Visioner dan missioner
·         Rendah hati
·         Menyenangi kegiatan mengajar
·         Memaknai mengajar sebagai pelayanan
·         Bahasa cinta dan kasih sayang
·         Menghargai proses


2.       Learning to do (belajar untuk menerapkan)

                Artinya siswa memiliki keterampilan dan dapat melaksanakan proses pembelajaran yang memadai untuk memacu peningkatan  perkembangan intelektualnya. Beberapa hal yang mendukung penerapan “learning to do” dalam pembelajaran adalah :  

(1) Pembelajaran berorientasi pada pendekatan konstruktivisme.

(2) Belajar merupakan proses yang aktif, dinamik, dan generatif .

                Learning to do lebih ditekankan pada bagaimana mengajarkan anak-anak untuk mempraktikkan segala sesuatu yang telah dipelajarinya dan dapat mengadaptasikan pengetahuan-pengetahuan yang telah diperolehnya tersebut dengan pekerjaan-pekerjaan di masa depan.. Seperti kemampuan melaksanakan pekerjaan-pekerjaan seperti “ controlling, monitoring, designing, organizing.”peserta didik diajarkan melakukan sesuatu dalam situasi konkrit yang tidak hanya terbatas pada pengusaan keterampilan yang mekanitis tetapi juga kemampuan terampil berkomunikasi, bekerja sama dengan orang lain, mengelola dan mengatasi suatu konflik. Melalui pilar ini, dimungkinkan mencetak generasi muda yang intelligent dalam bekerja dan mempunyai kemampuan untuk berinovasi.

                Sekolah sebagai wadah masyarakat belajar hendaknya memfasilitasi siswanya untuk mengembangkan keterampilan yang dimiliki, serta bakat dan minatnya. Guna mencapai keberhasilan dimasa mendatang. Walaupun bakat dan minat dipengaruhi oleh factor keturunan namun tumbuh berkembangnya bergantung pada lingkungan. Lingkungan di bagi dua yaitu :
·         Lingkungan sosial .
·         Lingkungan nonsosial
            Konsep learning to do menyiratkan bahwa siswa dilatih untuk sadar dan mampu melakukan suatu perbuatan atau tindakan produktif dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Terkait dengan hal tersebut maka proses belajar-mengajar perlu didesain secara aplikatif agar keterlibatan peserta didik, baik fisik, mental dan emosionalnya dapat terakomodasi sehingga mencapai tujuan yang diharapkan.

3.       Learning to be (belajar untuk menjadi)
            Artinya siswa dapat menghargai atau mempunyai apresiasi terhadap nilai-nilai dan keindahan akan produk dan proses pendidikan , yang ditunjukkan dengan sikap senang belajar, bekerja keras, ulet, sabar, disiplin, jujur, serta mempunyai motif berprestasi yang tinggi dan rasa percaya diri. Aspek-aspek di atas mendukung usaha siswa meningkatkan kecerdasan dan mengembangkan keterampilan intelektual dirinya secara berkelanjutan.
            Konsep learning to be perlu dihayati oleh praktisi pendidikan untuk melatih siswa agar memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Kepercayaan merupakan modal utama dalam hidup bermasyarakat. Penguasaan pengetahuan dan keterampilan merupakan bagian dari proses menjadi diri sendiri. Menjadi diri sendiri diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri. Berprilaku sesuai dengan norma dan kaidah yang berlaku dimasyarakat, belajar menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya merupakan proses pencapaian aktualisasi diri.


Factor yang mempengaruhi proses pendidikan menurut Djamal (2007:101) yaitu :
a.       Motivasi
b.      Sikap
c.       Minat
d.      Kebiasaan belajar
e.       Konsep diri

4.       Learning to live together (belajar untuk dapat hidup bersama)
Sejak  Allah menciptakan manusia, harus disadari bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri tetapi saling membutuhkan seorang dengan yang lainnya, harus ada penolong. Karena itu manusia harus hidup bersama, saling membantu, saling menguatkan, saling menasehati dan saling mengasihi, tentunya saling menghargai dan saling menghormati satu dengan yang lain. 
Learning to live together, pada dasarnya adalah mengajarkan, melatih dan membimbing peserta didik agar mereka dapat menciptakan hubungan melalui komunikasi yang baik, menjauhi prasangka-prasangka buruk terhadap orang lain serta menjauhi dan menghindari terjadinya perselisihan dan konflik. Persaingan dalam misi ini harus dipandang sebagai upaya-upaya yang sehat untuk mencapai keberhasilan, bukan sebaliknya bahwa persaingan justru mengalahkan nilai-nilai kebersamaan bahkan pengehancuran terhadap orang lain atau pihak lain untuk kepentingan sendiri.
Artinya siswa dapat bersosialisasi dan berkomunikasi dalam proses pendidikan , melalui bekerja atau belajar bersama atau dalam kelas, saling menghargai pendapat orang lain, menerima pendapat yang berbeda, belajar mengemukakan pendapat dan atau bersedia “sharing ideas” dengan orang lain dalam kegiatan pembelajaran atau bidang lainnya. Dalam kaitan ini adalah tugas pendidikan untuk memberikan pengetahuan dan kesadaran bahwa hakekat manusia adalah beragam tetapi dalam keragaman tersebut terdapat persamaan. Itulah sebabnya learning to live  together menjadi pilar belajar yang penting untuk menanamkan jiwa perdamaian.

PILAR PENDIDIKAN (UNESCO) kurang mengakomodasi UU SISDIKNAS, khususnya dalam :
ü  Mengembangkan potensi peserta didik yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan, kepribadian & akhlak mulia (Psl 1 : 1)
ü  Mewujudkan manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa & berakhlak mulia (Psl. 3)
ü  Strategi Pembangunan Pendidikan Nasional, khususnya tentang pelaksanaan pendidikan agama serta akhlak mulia.
Maka perlu ditambahkan lagi satu pilar yaitu : Learning to believe in God
5.       Learning to believe in God ( belajar untuk beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa )
Satu pilar lagi yang sangat penting dalam proses pembelajaran dan sistem pendidikan adalah belajar untuk beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai bentuk rasa syukur dan aplikasi dari nilai keagamaan dari setiap peserta didik. Yang bertujuan untuk membentuk kepribadian dan karakter serta akhlak mulia.
C.    Lima Pilar Pendidikan di Indonesia
Kabi­net Indone­sia Bersatu Jilid II telah diben­tuk dan saat ini mulai menyi­ap­kan kebijakan untuk 5 tahun ke depan. Khusus di bidang pen­didikan, saat ini dice­tuskan beber­apa pilar dalam pen­ca­pa­ian
Tujuan pen­didikan nasional oleh Menteri Pen­didikan Nasional. Demikian disampaikan Kepala Pusat PPPPTK Matem­atika, Herry Sukar­man, M.Sc. Ed, selaku Pem­bina Upacara pada Upacara Ben­dera 17 Desem­ber 2009. Dalam amanat­nya, lebih lan­jut Kepala Pusat men­je­laskan men­ge­nai lima pilar ini yang meliputi pilar keterse­di­aan (avail­abil­ity), pilar keter­jangkauan (avord­abil­ity), pilar mutu (qual­ity), dan pilar jam­i­nan (assur­ance) serta kesetaraan(equity).
a). Pilar Per­tama Keterse­di­aan adalah terkait keterse­di­aan layanan pen­didikan yang memadai sesuai den­gan stan­dar, baik dalam kuriku­lum, sesum­ber, metode, strategi, dll.
b). Pilar Kedua adalah Keter­jangkauan. Pilar ini meni­tik­ber­atkan kepada prin­sip pemenuhan hak untuk mem­per­oleh pen­didikan bagi semua warga negara tanpa terke­cuali. Untuk men­dukung keter­jangkauan ini perlu didukung den­gan peman­faatan berba­gai media dan teknologi.
c). Pilar Ketiga adalah Mutu. Pen­ingkatan mutu pen­didikan kini harus men­jadikan per­ha­t­ian utama, bukan saja dari out­put dan out­come tetapi menyangkut input dan proses pen­didikan.
d). Pilar Keem­pat Pen­jam­i­nan Mutu Pen­didikan. Jam­i­nan mutu pen­didikan harus lebih banyak dilakukan den­gan berba­gai studi dan eval­u­asi ten­tang faktor-faktor mempengaruhi pen­ingkatan mutu pen­didikan.
e). Pilar Kelima adalah kese­taraan. Pen­didikan harus men­jangkau semua level masyarakat den­gan tidak ada pem­be­daan. Indone­sia adalah negara besar den­gan berba­gai keraga­man, pen­didikan harus mempu melayani semua war­ganya den­gan setara dan tidak membeda-bedakan adanya ker­aga­man terse­but.

Monday, 11 May 2015

DASAR-DASAR ILMU PENDIDIKAN



DASAR-DASAR ILMU PENDIDIKAN
PERMASALAHAN POKOK PENDIDIKAN

A.  Masalah Pokok Pendidikan
            Permasalahan pendidikan merupakan suatu kendala yang menghalangi tercapainya tujuan pendidikan. Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang merupakan permasalahan pendidikan di Indonesia. Adapun permasalahan tersebut adalah sebagai berikut.
·         Pemerataan Pendidikan
·         Mutu dan Relevansi Pendidikan
·         Efisiensi dan Efektifitas Pendidikan

Berikut ini adalah penjelasan-penjelasan mengenai 3 poin permasalahan pendidikan di atas.

1.  Pemerataan Pendidikan
            Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata pemerataan berasal dari kata dasar rata, yang berarti: 1) meliputi seluruh bagian, 2) tersebar kesegala penjuru, dan 3) sama-sama memperoleh jumlah yang sama. Sedangkan kata pemerataan berarti proses, cara, dan perbutan melakukan pemerataan. Jadi dapat disimpulkan bahwa pemerataan pendidikan adalah suatu proses, cara dan perbuatan melakukan pemerataan terhadap pelaksanaan pendidikan, sehingga seluruh lapisan masyarakat dapat merasakan pelaksanaan pendidikan.
            Pelaksanaan pendidikan yang merata adalah  pelaksanaan program pendidikan yang dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya bagi seluruh warga negara Indonesia untuk dapat memperoleh pendidikan. Pemerataan dan perluasan pendidikan atau biasa disebut perluasan keempatan belajar merupakan salah satu sasaran dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Hal ini dimaksudkan agar setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan. Kesempatan memperoleh pendidikan tersebut tidak dapat dibedakan menurut  jenis kelamin, status sosial, agama, amupun letak lokasi geografis.
            Dalam propernas tahun 2000-2004 yang mengacu kepada GBHN 1999-2004 mengenai kebijakan pembangunan pendidikan pada poin pertama menyebutkan:
“Mengupayakan perluasan dan pemeraatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya Manusia Indonesia berkualitas tinggi dengan peninggakatan anggaran pendidikan secara berarti“. Dan pada salah satu tujuan pelaksanaan pendidikan Indonesia adalah untuk  pemerataan kesempatan mengikuti pendidikan bagi setiap warga negara.
            Dari penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa Pemerataan Pendidikan merupakan tujuan pokok yang akan diwujudkan. Jika tujuan tersebut tidak dapat dipenuhi, maka pelaksanaan pendidikan belum dapat dikatakan berhasil. Hal inilah yang menyebabkan masalah pemerataan pendidikan sebagai suatu masalah yang paling rumit untuk ditanggulangi.
            Permasalahan Pemerataan dapat terjadi karena kurang tergorganisirnya koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, bahkan hingga daerah terpencil sekalipun. Hal ini menyebabkan terputusnya komunikasi antara pemerintah pusat dengan daerah. Selain itu masalah pemerataan pendidikan juga terjadi karena kurang berdayanya suatu lembaga pendidikan untuk melakukan proses pendidikan, hal ini bisa saja terjadi jika kontrol pendidikan yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah tidak menjangkau daearh-daerah terpencil. Jadi hal ini akan mengakibatkan mayoritas penduduk Indonesia yang dalam usia sekolah, tidak dapat mengenyam pelaksanaan pendidikan sebagaimana yang diharapkan.
            Permasalahan pemerataan pendidikan dapat ditanggulangi dengan Segi mutu, pada awal perkembangannya memang menitik beratkan kepada segi kuntitatif dan usaha pemerataan. Selanjutnya baru segi kualitatif atau mutu di perhatikan, yaitu :
  • penyempurnaan UU pendidikan,
  • penyempurnaan  kurikulum,
  • pengembangan kemampuan tenaga kependidikan,
  • penyempurnaan prasarana belajar, dan sebagainya
 2.  Mutu dan Relevansi Pendidikan
            Mutu sama halnya dengan memiliki kualitas dan bobot. Jadi pendidikan yang bermutu yaitu pelaksanaan pendidikan yang dapat menghsilkan tenaga profesional sesuai dengan kebutuhan negara dan bangsa pada saat ini. Sedangkan relevan berarti bersangkut paut, kait mangait, dan berguna secara langsung.
            Sejalan dengan proses pemerataan pendidikan, peningkatan mutu untuk setiap jenjang pendidikan melalui persekolahan juga dilaksanakan. Peningkatan mutu ini diarahkan kepada peningkatan mutu masukan dan lulusan, proses, guru, sarana dan prasarana, dan anggaran yang digunakan untuk menjalankan pendidikan.
            Rendahnya mutu dan relevansi pendidikan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor terpenting yang mempengaruhi adalah mutu proses pembelajaran yang belum mampu menciptakan proses pembelajaran yang berkualitas. Hasil-hasil pendidikan juga belum didukung oleh sistem pengujian dan penilaian yang melembaga dan independen, sehingga mutu pendidikan tidak dapat dimonitor secara ojektif dan teratur.Uji banding antara mutu pendidikan suatu daerah dengan daerah lain belum dapat dilakukan sesuai dengan yang diharapkan. Sehingga hasil-hasil penilaian pendidikan belum berfungsi untuk penyempurnaan proses dan hasil pendidikan.
            Selain itu, kurikulum sekolah yang terstruktur dan sarat dengan beban menjadikan proses belajar menjadi kaku dan tidak menarik. Pelaksanaan pendidikan seperti ini tidak mampu memupuk kreatifitas siswa unutk belajar secara efektif. Sistem yang berlaku pada saat sekarang ini juga tidak mampu membawa guru dan dosen untuk melakukan pembelajaran serta pengelolaan belajar menjadi lebih inovatif.
            Akibat dari pelaksanaan pendidikan tersebut adalah menjadi sekolah cenderung kurang fleksibel, dan tidak mudah berubah seiring dengan perubahan waktu dan masyarakat. Pada pendidikan tinggi, pelaksanaan kurikulum ditetapkan pada penentuan cakupan materi yang ditetapkan secara terpusat, sehingga perlu dilaksanakan perubahan kearah kurikulum yang berbasis kompetensi, dan lebih peka terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
            Rendahnya mutu dan relevansi pendidikan juga disebabkan oleh rendahnya kualitas tenaga pengajar. Penilaian dapat dilihat dari kualifikasi belajar yang dapat dicapai oleh guru dan dosen tersebut. Dibanding negara berkembang lainnya, maka kualitas tenaga pengajar pendidikan tinggi di Indonesia memiliki masalah yang sangat mendasar.
            Melihat permasalahan tersebut, maka dibutuhkanlah kerja sama antara lembaga pendidikan dengan berbagai organisasi masyarakat. Pelaksanaan kerja sama ini dapat meningkatkan mutu pendidikan. Dapat dilihat jika suatu lembaga tinggi melakukan kerja sama dengan lembaga penelitian atau industri, maka kualitas dan mutu dari peserta didik dapat ditingkatkan, khususnya dalam bidang akademik seperti  tekonologi industri.


3. Efisiensi dan Efektifitas Pendidikan
            Sesuai dengan pokok permasalahan pendidikan yang ada selain sasaran pemerataan pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan, maka ada satu masalah lain yang dinggap penting dalam pelaksanaan pendidikan, yaitu efisiensi dan efektifitas pendidikan. Permasalahan efisiensi pendidikan dipandang dari segi internal pendidikan. Maksud efisiensi adalah apabila sasaran dalam bidang pendidikan dapat dicapai secara efisien atau berdaya guna. Artinya pendidikan akan dapat memberikan hasil yang baik dengan tidak menghamburkan sumberdaya yang ada, seperti uang, waktu, tenaga dan sebagainya.
            Pelaksanaan proses pendidikan yang efisien adalah apabila pendayagunaan sumber daya seperti waktu, tenaga dan biaya tepat sasaran, dengan lulusan dan produktifitas pendidikan yang optimal. Pada saat sekarng ini, pelaksanaan pendidikan di Indonesia jauh dari efisien, dimana pemanfaatan segala sumberdaya yang ada tidak menghasilkan lulusan yang diharapkan. Banyaknya pengangguran di Indonesia lebih dikarenakan oleh kualitas pendidikan yang telah mereka peroleh. Pendidikan yang mereka peroleh tidak menjamin mereka untuk mendapat pekerjaan sesuai dengan jenjang pendidikan yang mereka jalani.
            Pendidikan yang efektif adalah pelaksanaan pendidikan dimana hasil yang dicapai sesuai dengan rencana / program yang telah ditetapkan sebelumnya. Jika rencana belajar yang telah dibuat oleh dosen dan guru tidak terlaksana dengan sempurna, maka pelaksanaan pendidikan tersebut tidak efektif.
            Tujuan dari pelaksanaan pendidikan adalah untuk mengembangkan kualitas SDM sedini mungkin, terarah, terpadu dan menyeluruh melalui berbagai upaya.  Dari tujuan tersebut, pelaksanaan pendidikan Indonesia menuntut untuk menghasilkan peserta didik yang memeiliki kualitas SDM yang mantap. Ketidakefektifan pelaksanaan pendidikan tidak akan mampu menghasilkan lulusan yang berkualitas. Melainkan akan menghasilkan lulusan yang tidak diharapkan. Keadaan ini akan menghasilkan masalah lain seperti pengangguran.
            Penanggulangan masalah pendidikan ini dapat dilakukan dengan peningkatan kulitas tenaga pengajar. Jika kualitas tenaga pengajar baik, bukan tidak mungkin akan meghasilkan lulusan atau produk pendidikan yang siap untuk mengahdapi dunia kerja. Selain itu, pemantauan penggunaan dana pendidikan dapat mendukung pelaksanaan pendidikan yang efektif dan efisien. Kelebihan dana dalam pendidikan lebih mengakibatkan tindak kriminal korupsi dikalangan pejabat pendidikan. Pelaksanaan pendidikan yang lebih terorganisir dengan baik juga dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi pendidikan. Pelaksanaan kegiatan pendidikan seperti ini akan lebih bermanfaat dalam usaha penghematan waktu dan tenaga












FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BERKEMBANGNYA MASALAH PENDIDIKAN

            Masalah pokok pendidikan akan terjadi di dalam dalam bidang pendidikan itu sendiri. Jika di analisis lebih jauh, maka sesungguhnya permasalahan pendidikan berkaitan dengan beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya masalah itu. Adapun faktor-faktor yang dapat menimbulkan permasalahan pokok pendidikan tersebut adalah sebagai berikut.
·         Perkembangan IPTEK dan seni
·         Laju Pertumbuhan Penduduk
·         Permasalah Pembelajaran
·         Aspirasi masyarakat
·         Keterbelakangan budaya dan sarana

1. IPTEK
            Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada saat ini berdampak pada pendidikan di Indonesia. Ketidaksiapan bangsa menerima perubahan zaman membawa perubahan tehadap mental dan keadaan negara ini. Bekembangnya ilmu pengetahuan telah membentuk teknologi baru dalam segala bidang, baik bidang social, ekonomi, hokum, pertanian dan lain sebagainya.
            Sebagai negara berkembang Indonesia dihadapkan kepada tantangan dunia global. Dimana segala sesuatu dapat saja berjalan dengan bebas. Keadaan seperti ini akan sangat mempengaruhi keadaan pendidikan di Indonesia. Penemuan teknologi baru di dalam dunia pendidikan, menuntut Indonesia melakukan reformasi dalam bidang pendidikan. Pelaksanaan reformasi tidaklah mudah, hal ini sangat menuntut kesiapan SDM Indonesia untuk menjalankannya.

2.  Laju Pertumbuhan Penduduk
            Laju pertumbuhan yang sangat pesat akan berpengaruh tehadap masalah pemerataan serta mutu dan relevansi pendidikan. Pertumbuhan penduduk ini akan berdampak pada jumlah peserta didik. Semakin besar jumlah pertumbuhan penduduk, maka semakin banyak dibutuhkan sekolah-sekolah unutk menampungnya. Jika daya tampung suatu sekolah tidak memadai, maka akan banyak peserta didik yang terlantar atau tidak bersekolah. Hal ini akan menimbulkan masalah pemerataan pendidikan.
            Tetapi apabila jumlah dan daya tampung suatu sekolah dipaksakan, maka akan terjadi ketidakseimbangan antara tenaga pengajar dengan peserta didik. Jika keadaan ini dipertahankan, maka mutu dan relevansi pebdidikan tidak akan dapat dicapai dengan baik.
            Sebagai negara yang berbentuk kepulauan, Indonesia dihadapkan kepada masalah penyebaran penduduk yang tidak merata. Tidak heran jika perencanaan, sarana dan prasarana pendidikan di suatu daerah terpencil tidak terkoordinir dengan baik. Hal ini diakibatkan karena lemahnya kontrol pemerintah pusat terhadap daerah tersebut. Keadaan seperti ini adalah masalah lainnya dalam bidang pendidikan. Keterkaitan antar masalah ini akan berdampak kepada keadaan pendidikan Indonesia.





3.  Permasalahan Pembelajaran
            Pelaksanaan kegiatan belajar adalah sesuatu yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Dalam kegiatan belajar formal ada dua subjek yang berinteraksi, Yaitu pengajar/pendidik (guru/dosen) dan peserta didik ( murid/siswa, dan mahasiswa).
            Pada saat sekarang ini, kegiatan pembelajaran yang dilakukan cenderung pasif, dimana seorang pendidik selalu menempatkan dirinya sebagai orang yang serba tahu. Hal ini akan menimbulkan kejengahan terhadap peserta didik. Sehingga pembelajaran yang dilakukan menjadi tidak menarik dan cenderung membosankan. Kegiatan belajar yang terpusat seperti ini merupakan masalah yang serius dalam dunia pendidikan.
            Guru / dosen yang berpandangan kuno selalu menganggap bahwa tugasnya hanyalah menyampaikan materi, sedangakan tugas siswa/mahasiswa adalah mengerti dengan apa yang disampaikannya. Bila peserta didik tidak mengerti, maka itu adalah urusan mereka. Tindakan seperti ini merupakan suatu paradigma kuno yang tidak perlu dipertahankan.
            Dalam hal penilaian, Pendidik menempatkan dirinya sebagai penguasa nilai. Pendidik bisa saja menjatuhkan, menaikan, mengurangi dan mempermainkan nilai perolehan murni seorang peserta didik. Pada satu kasus di pendidikan tinggi, dimana seorang dosen dapat saja memberikan nilai yang diinginkannya kepada mahasiswa tertentu, tanpa mengindahkan kemampuan atau skill yang dimiliki oleh mahasiswa tersebut. Proses penilaian seperti sungguh sangat tidak relevan.

4.  Aspirasi Masyarakat
            Belakangan ini aspirasi masyarakat semakin meningkat sejalan dengan peningkatan pemahaman masyarakat terhadap ‘reformasi’. Aspirasi tersebut menyangkut kesempatan pendidikan, kelayakan pendidikan dan jaminan terhadap taraf hidup setelah mereka menjalani proses pendidikan.

5.  Keterbelakangn Budaya dan Sarana Kehidupan
            Keterbelakangan budaya disebabkan beberapa hal misalnya letak geografis yang terpencil dan sulit dijangkau, penolakan masyarakat terhadap unsur budaya baru karena dikhawatirkan akan mengikis kebudayaan lama, dan ketidakmampuan ekonomis menyangkut unsur kebudayaan tersebut.

  PERMASALAHAN AKTUAL PENDIDIKAN DAN PENANGGULANGANNYA

1.      Permasalahan Aktual Pendidikan di Indonesia
            Permasalahan aktual pendidikan di Indonesia sangat kompleks dan semakin berkembang sejalan dengan perkembangan zaman dan kemapanan sumber daya manusia. Masalah masalah tersebut antara lain:
·         Masalah Keutuhan Pencapaian sasaran
·         Masalah Kurikulum
·         Masalah Peranan Guru
·         Masalah Pendidikan Dasar 9 Tahun
·         Rendahnya Sarana Fisik
·         Rendahnya Prestasi Siswa


2.      Upaya Penanggulangan

            Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme, yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.
            Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa.
            Beberapa upaya dilakukan untuk menanggulangi masalah masalah aktual tersebut, diantaranya:
o   Pendidikan efektif perlu ditingkatkan secara terprogram.
o   Pelaksanaan kegaitan kurikuler dan ekstrakurikuler dilakukan dengan penuh kesungguhan dan diperhitungkan dalam penentuan nilai akhir ataupun kelulusan
o   Melakukan penyusunan yang mantap terhadap potensi siswa melalui keragaman jenis program studi.
o   Memberi perhatian terhadap tenaga kependidikan(prajabatan dan jabatan)


Source

http://moshimoshi.netne.net/materi/ilmu_pendidikan/bab_7.html
http://ebekunt.wordpress.com/2009/04/14/masalah-efisiensi-efektivitas-dan-relevansi-pendidikan-dalam-perspektif-manajemen-pendidikan/