A. Pengertian
pilar pendidikan
B. Jenis-jenis
Pilar pendidikan
Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) melalui lembaga UNESCO
(United Nations, Educational, Scientific
and Cultural Organization) mencanangkan empat pilar pendidikan, yakni: (1) Learning to know, (2) Learning to do,
(3) Learning to live together, dan (4)
Learning to be.
1.
Learning
to know (belajar untuk mengetahui)
Artinya
belajar itu harus dapat memahami apa yang dipelajari bukan hanya dihafalkan
tetapi harus ada pengertian yang dalam. Secara implisit,
learning to know bermakna belajar sepanjang hayat, yang berkeyakinan bahwa
pendidikan berlangsung selama manusia hidup , didalam atau di luar sekolah dan
tanpa mengenal batasan umur. Dengan demikian, kita mendorong bahwa tiap pribadi
sebagai subjek yang bertanggung jawab atas pendidikannya sendiri, untuk
menyadari bahwa :
v
Proses dan waktu pendidikan berlangsung seumur hidup sejak dalam
kandungan hingga manusia meninggal.
v
Belajar tidak mengenal batasan waktu, artinya tidak ada kata
terlambat untuk belajar.
v
Belajar adalah proses alamiah sebagai bagian integral/totalitas
kehidupan.
Konsep learning to know menyiratkan makna bahwa
pendidik harus mampu berperan sebagai informator, organisator, motivator,
diretor, inisiator, transmitter, fasilitator, mediator, dan evaluator bagi
siswanya, sehingga peserta didik perlu dimotivasi agar timbul kebutuhan
terhadap informasi, keterampilan hidup, dan sikap tertentu yang ingin
dikuasainya. Yusak (2003) mengatakan bahwa secara kreatif menguasai instrumen
ilmu dan pemahaman yang terus berkembang, umum atau spesifik, sebagai sarana
dan tujuan , dan memungkinkan terjadinya belajar sepanjang hayat (long life educations).
Prinsip-prinsip
belajar yang harus diperhatikan guru dalam pengelolaan pembelajaran, yaitu :
Ø
Sesuatu yang dipelajari siswa, maka siswa harus mempelajarinya
Ø
Setiap siswa yang belajar mekan belajar miliki kecepatan
masing-masing
Ø
Siswa akan belajar banyak, apabila setiap selesai melaksanakan
tahapan kegiatan diberikan reinforcement.
Ø
Pengusaan penuh
Ø
Siswa yang diberi tanggung jawab, maka ia akan lebih termotivasi
untuk belajar
Ø
Guru sebagai demonstrator
Ø
Guru sebagai pembimbing
Ø
Guru sebagai mediator
Ø
Guru sebagai evaluator
Kiat agar
menjadi guru terfavorit menurut
Fakhruddin (2010:97) yaitu :
·
Sabar
·
Bisa menjadi sahabat
·
Konsisten dan komitmen dalam
bersikap
·
Bias menjadi pendengar dan penengah
·
Visioner dan missioner
·
Rendah hati
·
Menyenangi kegiatan mengajar
·
Memaknai mengajar sebagai pelayanan
·
Bahasa cinta dan kasih sayang
·
Menghargai proses
2.
Learning to do (belajar untuk
menerapkan)
Artinya siswa memiliki
keterampilan dan dapat melaksanakan proses pembelajaran yang memadai untuk memacu peningkatan
perkembangan intelektualnya. Beberapa hal yang mendukung penerapan “learning to do” dalam pembelajaran
adalah :
(1) Pembelajaran
berorientasi pada pendekatan konstruktivisme.
(2) Belajar
merupakan proses yang aktif, dinamik, dan generatif .
Learning to do lebih ditekankan pada bagaimana mengajarkan anak-anak untuk
mempraktikkan segala sesuatu yang telah dipelajarinya dan dapat mengadaptasikan
pengetahuan-pengetahuan yang telah diperolehnya tersebut dengan
pekerjaan-pekerjaan di masa depan.. Seperti kemampuan
melaksanakan pekerjaan-pekerjaan seperti “ controlling, monitoring, designing,
organizing.”peserta didik diajarkan melakukan sesuatu dalam situasi konkrit
yang tidak hanya terbatas pada pengusaan keterampilan yang mekanitis tetapi
juga kemampuan terampil berkomunikasi, bekerja sama dengan orang lain,
mengelola dan mengatasi suatu konflik. Melalui pilar ini, dimungkinkan mencetak
generasi muda yang intelligent dalam bekerja dan mempunyai kemampuan untuk
berinovasi.
Sekolah
sebagai wadah masyarakat belajar hendaknya memfasilitasi siswanya untuk
mengembangkan keterampilan yang dimiliki, serta bakat
dan minatnya. Guna mencapai keberhasilan dimasa mendatang. Walaupun bakat dan
minat dipengaruhi oleh factor keturunan namun tumbuh berkembangnya bergantung
pada lingkungan. Lingkungan di bagi dua yaitu :
·
Lingkungan sosial .
·
Lingkungan nonsosial
Konsep
learning to do menyiratkan bahwa
siswa dilatih untuk sadar dan mampu melakukan suatu perbuatan atau tindakan
produktif dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Terkait dengan hal
tersebut maka proses belajar-mengajar perlu didesain secara aplikatif agar
keterlibatan peserta didik, baik fisik, mental dan emosionalnya dapat
terakomodasi sehingga mencapai tujuan yang diharapkan.
3.
Learning to be (belajar untuk
menjadi)
Artinya
siswa dapat menghargai atau mempunyai apresiasi terhadap nilai-nilai dan
keindahan akan produk dan proses pendidikan , yang ditunjukkan dengan sikap
senang belajar, bekerja keras, ulet, sabar, disiplin, jujur, serta mempunyai
motif berprestasi yang tinggi dan rasa percaya diri. Aspek-aspek di atas
mendukung usaha siswa meningkatkan kecerdasan dan mengembangkan keterampilan
intelektual dirinya secara berkelanjutan.
Konsep
learning to be perlu dihayati oleh praktisi pendidikan untuk melatih siswa agar
memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Kepercayaan merupakan modal utama dalam
hidup bermasyarakat. Penguasaan pengetahuan dan keterampilan merupakan bagian
dari proses menjadi diri sendiri. Menjadi diri sendiri diartikan sebagai proses
pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri. Berprilaku sesuai dengan norma dan
kaidah yang berlaku dimasyarakat, belajar menjadi orang yang berhasil,
sesungguhnya merupakan proses pencapaian aktualisasi diri.
Factor
yang mempengaruhi proses pendidikan menurut Djamal (2007:101) yaitu :
a. Motivasi
b. Sikap
c. Minat
d. Kebiasaan belajar
e. Konsep diri
4.
Learning to live together (belajar
untuk dapat hidup bersama)
Sejak Allah menciptakan manusia, harus disadari
bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri tetapi saling membutuhkan seorang
dengan yang lainnya, harus ada penolong. Karena itu manusia harus hidup
bersama, saling membantu, saling menguatkan, saling menasehati dan saling
mengasihi, tentunya saling menghargai dan saling menghormati satu dengan yang
lain.
Learning to live together, pada dasarnya adalah mengajarkan, melatih dan membimbing
peserta didik agar mereka dapat menciptakan hubungan melalui komunikasi yang
baik, menjauhi prasangka-prasangka buruk terhadap orang lain serta menjauhi dan
menghindari terjadinya perselisihan dan konflik. Persaingan dalam misi ini
harus dipandang sebagai upaya-upaya yang sehat untuk mencapai keberhasilan,
bukan sebaliknya bahwa persaingan justru mengalahkan nilai-nilai kebersamaan
bahkan pengehancuran terhadap orang lain atau pihak lain untuk kepentingan
sendiri.
Artinya
siswa dapat bersosialisasi dan berkomunikasi dalam proses pendidikan , melalui
bekerja atau belajar bersama atau dalam kelas, saling menghargai pendapat orang
lain, menerima pendapat yang berbeda, belajar mengemukakan pendapat dan atau
bersedia “sharing ideas” dengan orang lain dalam kegiatan pembelajaran atau bidang lainnya. Dalam kaitan ini
adalah tugas pendidikan untuk memberikan pengetahuan dan kesadaran bahwa
hakekat manusia adalah beragam tetapi dalam keragaman tersebut terdapat
persamaan. Itulah sebabnya learning to
live together menjadi pilar belajar
yang penting untuk menanamkan jiwa perdamaian.
PILAR PENDIDIKAN (UNESCO) kurang mengakomodasi UU
SISDIKNAS, khususnya dalam :
ü Mengembangkan potensi peserta didik yang
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, kepribadian & akhlak mulia (Psl 1 :
1)
ü Mewujudkan manusia beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa & berakhlak mulia (Psl. 3)
ü Strategi Pembangunan Pendidikan Nasional,
khususnya tentang pelaksanaan pendidikan agama serta akhlak mulia.
Maka perlu ditambahkan lagi satu pilar yaitu : Learning to believe in God
5.
Learning to believe in God ( belajar
untuk beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa )
Satu pilar lagi yang sangat penting dalam proses
pembelajaran dan sistem pendidikan adalah belajar untuk beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai bentuk rasa syukur dan aplikasi dari nilai
keagamaan dari setiap peserta didik. Yang bertujuan untuk membentuk kepribadian
dan karakter serta akhlak mulia.
C.
Lima Pilar Pendidikan di Indonesia
Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II telah dibentuk dan saat
ini mulai menyiapkan kebijakan untuk 5 tahun ke depan. Khusus di bidang pendidikan,
saat ini dicetuskan beberapa pilar dalam pencapaian
Tujuan pendidikan nasional oleh Menteri Pendidikan Nasional.
Demikian disampaikan Kepala Pusat PPPPTK Matematika, Herry Sukarman, M.Sc.
Ed, selaku Pembina Upacara pada Upacara Bendera 17 Desember 2009. Dalam
amanatnya, lebih lanjut Kepala Pusat menjelaskan mengenai lima pilar ini
yang meliputi pilar ketersediaan (availability), pilar keterjangkauan
(avordability), pilar mutu (quality), dan pilar jaminan (assurance) serta
kesetaraan(equity).
a). Pilar Pertama Ketersediaan adalah terkait ketersediaan
layanan pendidikan yang memadai sesuai dengan standar, baik dalam kurikulum,
sesumber, metode, strategi, dll.
b). Pilar Kedua adalah Keterjangkauan. Pilar ini menitikberatkan
kepada prinsip pemenuhan hak untuk memperoleh pendidikan bagi semua warga
negara tanpa terkecuali. Untuk mendukung keterjangkauan ini perlu didukung
dengan pemanfaatan berbagai media dan teknologi.
c). Pilar Ketiga adalah Mutu. Peningkatan mutu pendidikan kini
harus menjadikan perhatian utama, bukan saja dari output dan outcome
tetapi menyangkut input dan proses pendidikan.
d). Pilar Keempat Penjaminan Mutu Pendidikan. Jaminan
mutu pendidikan harus lebih banyak dilakukan dengan berbagai studi dan evaluasi
tentang faktor-faktor mempengaruhi peningkatan mutu pendidikan.
e). Pilar Kelima adalah kesetaraan. Pendidikan harus menjangkau
semua level masyarakat dengan tidak ada pembedaan. Indonesia adalah negara
besar dengan berbagai keragaman, pendidikan harus mempu melayani semua warganya
dengan setara dan tidak membeda-bedakan adanya keragaman tersebut.